INDONESIA MELAWAN JEPANG

melawan jepang

PERJUANGAN BANGSA INDONESIA MELAWAN JEPANG
Sikap baik Jepang untuk menarik simpati bangsa Indonesia dan untuk menutupi maksud dan tujuan yang sangat merugikan bangsa Indonesia akhirnya diketahui oleh bangsa Indonesia, terutama setelah Jepang menerapkan kebijakan-kebijakan yang jelas-jelas merugikan bangsa Indonesia, seperti: (Pengerahan tenaga kerja yang disebut romusha, Eksploitasi sumber daya alam yang menyebabkan seluruh kehidupan ekonomi lumpuh, Jepang juga menerapkan peraturan-peraturan yang bersifat membatasi dan memonopoli sarana-sarana produksi penting, rakyat juga diwajibkan menyetor padi, jagung, dan ternak dalam jumlah besar demi memenuhi kebutuhan logistik di medan perang, rakyat juga dibebani pekerjaan tambahan, yaitu menanam pohon jarak untuk diambil minyaknya dan diproduksi sebagai pelumas mesin-mesin perang). Hal hal tersebut menyebabkan munculnya perlawanan terhadap pendudukan Jepang yang dilakukan oleh berbagai kalangan masyarakat dengan bentuk perlawanan yang juga bermacam-macam.

1. Berbagai golongan masyarakat melawan Jepang

Golongan atau organisasi yang melawan kekuasaan Jepang di antaranya adalah:

a. golongan pangreh praja dan pegawai

b. para santri dan ulama Islam

c. golongan sosialis di bawah Syahrir

d. golongan komunis di bawah Amir Syarifudin

e. golongan Pemuda Menteng

f. pegawai-pegawai pada dinas Angkatan Laut

g. golongan nasionalis nonagama di bawah Soekarno

h. dan perkumpulan-perkumpulan pelajar.

2. Bentuk-bentuk perjuangan melawan Jepang

Menghadapi keadaan yang serba sulit maka para pemimpin bangsa Indonesia berjuang dengan menyesuaikan situasi dan kondisi. Bangsa Indonesia mengadakan perjuangan atau perlawanan melalui lembaga resmi pemerintahan, melalui gerakan bawah tanah, dan melalui tindakan kekerasan serta pemberontakan. Mereka tidak kehilangan semangat perjuangan Semua itu mempunyai cita-cita yang sama yakni mewujudkan Indonesia merdeka. Adapun bentuk perlawanan terhadap Jepang adalah sebagai berikut :

a. Perjuangan melalui kerja sama (koperasi)

Karena gerakan yang non-kooperatif tidak mendapat tempat, para pejuang melakukan gerakan kooperatif yang dapat diterima oleh Jepang. Tujuan utama perjuangan mereka adalah mencapai Indonesia merdeka. Kerja sama kooperatif dengan pemerintah Jepang hanyalah suatu siasat atau taktik belaka. Dengan cara ini, para pejuang dapat duduk dalam lembaga-lembaga pemerintah. Dengan demikian, mereka dapat memperjuangkan atau membela nasib rakyat. Di samping itu, para pejuang dapat memanfaatkan organisasi dan lembaga-lembaga yang didirikan pemerintah Jepang untuk perjuangan kaum nasionalis, antara lain :

1) Memanfaatkan Gerakan PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat) 

Tujuan Jepang membentuk PUTERA adalah agar kaum nasionalis dan intelektual menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk kepentingan Jepang. Namun oleh para pemimpinIndonesia, PUTERA justru dimanfaatkan untuk membela rakyat dari kekejaman Jepang serta untuk menggembleng mental dan semangat nasionalisme, cinta tanah air, anti kolonialisme dan imperialisme. Dengan demikian PUTERA ini ibarat tombak bermata dua.
2) Memanfaatkan Barisan Pelopor (Syuisyintai) 

Organisasi ini dimanfaatkan oleh para nasionalis sebagai penyalur aspirasi nasionalisme dan memperkuat pertahanan pemuda melalui pidato-pidatonya.

3) Memanfaatkan Chuo Sangi In (Badan Penasihat Pusat) 

Tugas badan ini adalah memberi nasihat atau pertimbangan kepada Seiko Shikikan (penguasa tertinggi militer Jepang di Indonesia). Oleh para pemimpinIndonesia melalui Chuo Sangi In dimanfaatkan untuk menggembleng kedisiplinan. Salah satu saran Chuo Sangi In kepada Seiko Shikikan adalah agar dibentuknya Barisan Pelopor untuk mempersatukan seluruh penduduk agar secara bersama menggiatkan usaha mencapai kemenangan.

b. Perjuangan Melalui Gerakan Bawah Tanah (Non Kooperasi)

Selain melalui taktik kerja sama dengan Jepang, para pejuang melakukan perjuangan secara rahasia (gerakan bawah tanah) atau ilegal. Beberapa contoh perjuangan bawah tanah antara lain sebagai berikut :

1) Gerakan Kelompok Sutan Syahrir. 

Kelompok ini merupakan pendukung demokrasi parlementer model Eropa barat dan menentang Jepang karena merupakan negara fasis. Mereka berjuang dengan cara sembunyi-sembunyi atau dengan strategi gerakan ”bawah tanah”.

2) Golongan Persatuan Mahasiswa 

golongan ini sebagian besar berasal dari mahasiswa Ika Daigaku (Sekolah Kedokteran) di Jalan Prapatan 10 dan yang terhimpun dalam Badan Permusyawaratan Pelajar-Pelajar Indonesia (BAPERPI) di Cikini Raya 71. Kelompok Persatuan Mahasiswa ini anti Jepang dan sangat dekat dengan jalan pikiran Sutan Syahrir.

3) Kelompok Pemuda Menteng 31 

Kelompok ini dibentuk oleh sejumlah pemuda yang bekerja pada bagian propaganda Jepang (Sendenbu). Kelompok ini bermarkas di gedung Menteng 31 Jakarta. Secara resmi pendirian asrama ini dibiayai Jepang dengan maksud menggembleng para pemuda untuk menjadi alat mereka. Akan tetapi tempat ini oleh pemuda dimanfaatkan secara diam-diam untuk menggerakkan semangat nasionalisme.

4) Golongan Kaigun 

Kelompok ini anggotanya bekerja pada Angkatan Laut Jepang. Mereka selalu menggalang dan membina kemerdekaan dengan berhubungan kepada tokoh-tokoh Angkatan Laut Jepang yang simpati terhadap perjuangan bangsaIndonesia.

c. Perlawanan Bersenjata

Perlawanan bersenjata yang dilakukan oleh rakyat diberbagai daerah, antara lain sebagai berikut :

1) Perlawanan Rakyat di Cot Pleing (10 November 1942) 

Perlawanan ini dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil, seorang guru mengaji. Perlawanan di Cot Pleing, Lhoseumawe, Aceh ini diawali dari serbuan Jepang terhadap masjid di Cot Pleing. Masjid terbakar dan pasukan Tengku Abdul Jalil banyak yang gugur. Akhirnya Tengku Abdul Jalil tewas ditembak oleh Jepang.

2) Perlawanan Rakyat di Pontianak (16 Oktober 1943) 

Perlawanan ini dilakukan oleh suku Dayak di pedalaman serta kaum feodal di hutan-hutan. Latar belakang perlawanan ini karena mereka menderita akibat tindakan Jepang yang kejam. Tokoh perlawanan dari kaum ningrat yakni Utin Patimah.

3) Perlawanan Rakyat di Sukamanah, Singaparna, Jawa Barat (25 Februari 1944) 

Perlawanan ini dipimpin oleh KH. Zainal Mustafa, seorang pendiri pesantren Sukamanah perlawanan ini lebih bersifat keagamaan. KH. Zainal Mustafa tidak tahan lagi membiarkan penindasan dan pemerasan terhadap rakyat, serta pemaksaan terhadap agama yakni adanya upacara “Seikeirei” (menyembah terhadap Tenno Heika Kaisar Jepang). KH. Zainal Mustafa beserta 27 orang pengikutnya dihukum mati oleh Jepang tanggal 25 Oktober 1944.

4) Perlawanan Rakyat di Cidempet, Kecamatan Lohbener, Indramayu (30 Juli 1944) 

Perlawanan ini dipimpin oleh H. Madriyas, Darini, Surat, Tasiah dan H. Kartiwa. Perlawanan ini disebabkan oleh cara pengambilan padi milik rakyat yang dilakukan Jepang dengan kejam. Sehabis panen, padi langsung diangkut ke balai desa. Perlawanan rakyat dapat dipadamkan secara kejam dan para pemimpin perlawanan ditangkap oleh Jepang.

5) Pemberontakan Peta

Salah satu pemberontakan yang terbesar pada masa pendudukan Jepang adalah pemberontakan Peta di Blitar. Pemberontakan itu dipimpin oleh Supriyadi. Pemberontakan Peta terjadi pada tanggal 14 Februari 1945.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Penjajahan Belanda di Indonesia (1596 - 1942)

PENGERTIAN SURAT MASUK DAN KELUAR